WARTANOW.COM – Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan akan segera bertemu dengan asosiasi pengusaha rokok untuk membahas kebijakan tarif cukai hasil tembakau tahun 2026. Pertemuan itu direncanakan dalam satu hingga dua hari ke depan, atau jika tidak memungkinkan, Purbaya menyebut akan langsung melakukan komunikasi melalui telepon.
Menurut Purbaya, pemerintah tidak serta merta harus menaikkan tarif cukai rokok demi mengejar target penerimaan negara. Ia menegaskan pentingnya menjaga agar industri rokok dalam negeri tetap bertahan di tengah persaingan global. “Kita mau ketemu asosiasi rokok, seperti apa langkah yang terbaik untuk cukai rokok ini. Yang penting adalah kita ingin menjaga, jangan sampai saya mematikan industri rokok domestik, sementara industri rokok di China hidup, gara-gara mereka yang mensuplai kita,” ujarnya, Rabu (24/9/2025).
Mantan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) itu meminta semua pihak bersabar menunggu keputusan terkait tarif cukai 2026. Ia menegaskan terlebih dahulu ingin mendengar masukan langsung dari para pengusaha rokok sebelum mengambil langkah. “Nanti saya biar ketemu dengan mereka dulu, biar mereka janji sama saya apa gitu,” kata Purbaya.
Dari sisi legislatif, Ketua Badan Anggaran DPR, Said Abdullah, menilai tarif cukai rokok saat ini memang cukup tinggi. Namun, di sisi lain, pemerintah juga menargetkan penerimaan yang besar dari sektor ini. Pada 2025, target penerimaan cukai hasil tembakau ditetapkan sebesar Rp230,09 triliun, atau 94,22% dari total target penerimaan cukai Rp244,2 triliun.
Said menambahkan, pemerintah masih memiliki ruang untuk mengatur strategi melalui sistem lapisan tarif (layer). Lapisan ini dibedakan berdasarkan jenis produk, skala produksi, maupun harga jual eceran per batang. “Kalau layernya semakin dibuka lebar, maka kemudian yang menengah ke bawah itu akan hidup. Tapi kalau layernya dia dipersempit, yang di bawah kan gerakannya susah. Tapi yang di atas, yang sudah the biggest ini, yang hanya hidup, walaupun hidupnya sekarang katanya turun,” jelas Said.
Ia meyakini, fleksibilitas pengaturan lapisan tarif bisa menjadi solusi bagi pemerintah untuk tetap menjaga keseimbangan antara target penerimaan negara dan keberlangsungan industri rokok nasional. (BCM)