WARTANOW.COM – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita sejumlah aset milik Haryanto (HY), salah satu tersangka kasus dugaan korupsi pengurusan Tenaga Kerja Asing (TKA) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker). Penyitaan dilakukan pekan lalu dan menyasar aset yang tercatat atas nama keluarga maupun pihak lain.
“Pada pekan lalu, penyidik juga melakukan penyitaan aset dari tersangka HY,” ujar Jubir KPK Budi Prasetyo, Rabu (20/8/2025).
Haryanto, yang pernah menjabat Direktur PPTKA (2019-2024) dan Dirjen Binapenta & PKK (2024-2025), memiliki aset yang disita berupa:
1 bidang tanah beserta bangunan seluas 954 m² di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah
1 bidang tanah beserta tanaman tumbuh seluas 630 m² di Banyumas
2 bidang tanah dengan total luas 1.336 m² di Banyumas
Selain penyitaan aset, KPK juga memeriksa dua saksi pada Selasa (19/8). Mereka adalah Dirut PT Laman Davindro Bahman, Yuda Novendri Yustandra (YNY), dan karyawan swasta Muhammad Fachruddin Azhari (MFA). YNY didalami terkait permintaan pembelian aset oleh Haryanto melalui agen pengurusan RPTKA, sementara MFA diperiksa mengenai rekening penampungan uang dari para agen TKA.
Kasus ini berkaitan dengan dugaan pemerasan dalam pengurusan tenaga kerja asing di Indonesia pada periode 2019-2023. KPK mencatat total uang yang diperoleh dari praktik ini mencapai Rp 53 miliar. Sejauh ini, delapan orang telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan:
Gatot Widiartono – Koordinator Analisis dan Pengendalian Penggunaan TKA (PPTKA) 2021-2025
Putri Citra Wahyoe – Petugas Hotline RPTKA 2019-2024 & Verifikator 2024-2025
Jamal Shodiqin – Analis TU Direktorat PPTKA 2019-2024 & Pengantar Kerja Ahli Pertama 2024-2025
Alfa Eshad – Pengantar Kerja Ahli Muda Kemnaker 2018-2025
Suhartono – Dirjen Binapenta & PKK 2020-2023
Haryanto – Direktur PPTKA 2019-2024 & Dirjen Binapenta & PKK 2024-2025
Wisnu Pramono – Direktur PPTKA 2017-2019
Devi Angraeni – Direktur PPTKA 2024-2025
Penyitaan aset ini menegaskan langkah KPK untuk menjerat tersangka dan memulihkan kerugian negara. Dugaan pemerasan terhadap calon tenaga kerja asing menjadi sorotan serius dalam upaya pemberantasan korupsi di sektor ketenagakerjaan. (ULK)